Kali ini saya mau posting cerpen dari salah seorang temen saya, doi suka nulis cerpen jadi saya tawarin deh ceritanya tampil disini. Okee cekidot :v
Es Pelangi
by : Rima Rismayanti
Aku
masih tidak mengerti mengapa manusia seperti ‘Es’ itu ada di kota yang panasnya
sudah mencapai level maksimal ini? Dengan polusi udara yang sudah membuat muka
ini menjadi hitam pekat karena asapnya yang terus berlomba memenuhi planet bumi
ini sehingga membuat lapisan ozonya semakin tipis pula. Argh, Jakarta memang
begitu panas! Mengapa aku harus dilahirkan di kota besar ini? Sungguh,
menyebalkan.
“Hei,
Alya!” seru orang yang baru saja datang dan langsung menyeruput es teh manis
milikku. Ah, orang ini. Dia Mario Aditya, teman masa kecilku yang sampai saat ini
masih menjadi temanku.
“Kamu
lagi apa sih? Ngalamun mulu..”
“Siapa
yang ngelamun coba? Kamu aja yang nething wuu..” balasku dengan mengerlingkan
mata. Dia hanya mengganggukan kepalanya dan ikut duduk di depanku.
“Lagi
ada masalah, ya?”
“Otak
kamu tuh ada masalah!” semprotku dengan spontan.
“Ck...dasar
cewek bisanya cuma mendem sendiri. Nyampe jerawatanpun gak sadar noh!” Tuding Adit
yang langsung mendapat toyoran halus dari tanganku.
“Kamu
kalo ngomong tuh bismillah dulu bisa kali.”
“Yaudah
bismillah..”
“Terserah!!!”
Aku langsung meninggalkan Adit yang sedang tertawa begitu puas karena ia telah
berhasil membuatku kesal.
Huh! Semoga saja aku selalu sabar
ngadepin temen kayak Adit..
*****
KRINGG.....
Suara
yang selalu membuat para siswa mengembangkan senyumnya itu mulai mengisi
tiap-tiap ruangan dengan suaranya merdu dan khas itu. Ya, suara apalagi kalau
bel pulang?
“Gue
balik duluan ya, Dit?” Ucap Riko –teman sebangku Adit–. Adit yang sedang membereskan
bukupun hanya mengangguk saja tanpa melihat ke arah Riko.
"Pulang bareng?” Tawar Zahra
–sekretaris kelas Adit– yang kebetulan jalan pulang menuju rumahnya searah. Adit
hanya tersenyum dan menyelempangkan tasnya,
“Kamu duluan aja.
Aku pulang bareng sama Alya,
kok.”
Zahra hanya tersenyum hambar
sembari melihat punggung kokoh milik Adit yang semakin menjauh darinya.
@Kelas XI IPA 1
“Lo, kalo gak niat piket ya
gausah piket! Ini mah bukan tambah bersih tau, malah tambah kotor!” Cerca Alya
pada Azel, salah satu teman lelaki di kelas Alya yang memang sangat cuek.
Azel hanya diam saja dan
meneruskan kegiatan yang –menurutnya– membuat bersih kelasnya itu. Azel, si
lelaki yang berwajah cuek itu selalu menggunakan headset hanya di telinga kanannya,
karena headset yang sebelahnya selalu dia biarkan menggantung di pundaknya.
Entahlah apa yang dia dengarkan, entah sebuah ceramah agama atau lagu-lagu.
Yang jelas dia sering sekali terlihat dengan gaya seperti itu. Nah, ini nih
manusia es yang aku maksud. Dia terlihat seperti es kan? Cuek, sok cool mana
wajahnya flat banget lagi, gak
berekspresi sama sekali, inget ya GAK SAMA SEKALI..
“Ini gue udah selesai.” Alya
hanya melongo melihat Azel yang tiba-tiba saja memberikan sapu dan mulai
melenggang pergi.
“AZELLO SYAFIIQ!! LO BESOK
BAYAR DENDA PIKET!!!” teriak Alya sambil mengacung-acungkan sapu yang ada
ditangannya. Azello tidak bereaksi apapun, malah dia langsung memasangkan
headsetnya tanpa memperdulikan teriakan Alya. Ini orang budek atau gimana sih? Batin Alya
“HAHAHAHA” suara gelak tawa
yang tiba-tiba memenuhi telinga Alya membuat ia langsung mendelik dengan malas.
Alya melirik sang pelaku dengan tajam,
“Udah puas?”
“Haha...kamu kok ngomongnya
kasar banget sih sama temen sendiri juga?”
“Mana bahasanya pake ‘loe gue’
gitu lagi” lanjut Adit yang makin membuat Alya merasa kesal.
“Ck, lagian dianya nyebelin
banget sih, Dit. Dia tuh piket tapi ya liat aja nih hasilnya malah bikin aku
kerja dua kali”
Adit mengacak lembut rambut Alya,
“Yaudah, mau aku bantuin?”
Alya hanya tersipu dan
mengangguk disela-sela rona merahnya itu.
*****
Azello Syafiiq. Ya itulah nama
gue, gue lahir dari keluarga yang super sibuk. Mereka gak punya banyak waktu buat
gue. Mereka hanya punya waktu untuk hidup mereka sendiri. Mereka gak pernah ada
di Rumah. Berangkat subuh, pulang tengah malem atau yang lebih parah mereka
nginep di Kantornya dengan alasan tugas kantor yang emang belom kelar; katanya.
Gue tinggal di Rumah cuma sama Ibu tiri gue doang, entah apa yang orang tua gue
pikirkan sampe-sampe gue tinggal sama Ibu tiri doang di Rumah yang seperti
Istana ini. Luas, mewah, megah tapi gak bikin nyaman.
Gue heran sama orang tua modern
yang hobinya nyari duit tapi gak pernah tengok anaknya sendiri? Mereka niat
punya anak ngga sih? Bingung gue.
“Den?” panggil wanita paruh
baya yang berhasil membuyarkan lamunan Azel. Ah, ini nih orang tua tiri yang
gue maksud, iya dia pembantu gue di sini, di Rumah yang kayak Istana ini.
“Iya, bi?”
“Aden malem ini tidur di rumah
kan?”
Azel tampak berpikir sejenak,
“Eum, aku ada manggung, bi”
“Tapi katanya Nyonya sama Tuan
mau pulang jam delapanan, den”
Azel langsung melihat jam
dipergelangan tangannya, 19.30. Ah masih
ada tiga puluh menitanlah, sedangkan acaranya juga dimulai pukul 20.15. Okelah,
telat dikit gapapa, gue kangen Nyokap bokap, batin Azel.
“Ohiya bi. Azel berangkat ke
Cafenya nanti jam delapan lewat kok.”
Bi Inah tersenyum senang mendengar
jawaban dari anak majikannya itu.
“Yaudah atuh, den. Bibi ke
dapur dulu ya?”
Azel hanya tersenyum dan
mengangguk. Kemudian ia duduk di ruang tengah sambil membaca komiknya. Tidak
lama kemudian Azeo melirik jam di pergelangan tangannya, ternyata sudah hampir
setengah jam lebih ia menunggu di sini.
“Huh, kapan sih mereka beneran
dateng ke rumah? Mitos doang!” kesal Azel karena memang ini sudah menunjukan
pukul delapan lewat lima menit. Azel segera saja menyimpan komiknya dan
langsung mengambil kunci motornya. Ketika Azel akan membuka pintu terdengar
suara mobil yang berhenti di depan rumah. Azel langsung tersenyum senang saat
itu juga, namun ketika akan membuka pintu, Azel mengurungkan niatnya itu.
“Oh jadi ini ya kerjaan kamu?
Selingkuh sama wanita lain?” Tegur Mama Reitha, Papa Andra hanya diam saja.
“Heh, jadi cowok tuh jangan
bisu! Saya tuh nanya!”
“....”
“Gila ya kamu, Mas. Baru juga
seminggu kenal sama sekretaris baru di kantor, kamu udah kepincut aja sama dia.
Cish, ganjen!”
Papa Andra tersenyum miring,
kemudian mendekati sang Istri.
“Ganjen kamu bilang?” Papa
Andra berhenti sejenak, melihat sang Istri dari bawah sampai atas. Kemudian
tepat di manik mata sang Istri, Papa Andra melanjutkan kalimatnya dengan begitu
tegas.
“Lalu kalo saya yang ganjen, situ apa? Murahan?!”
Mama Reitha kaget mendengar
ucapan suaminya yang terasa begitu tajam di telinganya.
“KAMU....
“APA?” Tantang Papa Andra
Mama
Reitha hanya bisa menahan amarahnya ketika melihat di ambang pintu ada putranya
yang sedang tersenyum miris melihat perdebatan mereka. Azel mendekati kedua
orang tuanya dan ia hanya tersenyum miring tanpa mengucapkan sepatah ataupun duapatah
kata. Ia langsung saja mengambil motornya dan meninggalkan kedua orang tuanya
dalam keadaan terpaku.
*****
Suara gelak tawa yang begitu
bahagia sehingga memecahkan keheningan di malam hari ini adalah milik Adit dan Alya.
Mereka saling melemparkan lelucon yang mungkin saja bagi orang yang
mendengarnya biasa saja, namun entah mengapa bagi mereka ini sangatlah lucu.
“Hahaha, udah ah Dit. Aku cape
nih ketawa mulu haha” Ucap Alya disela tawanya sambil memukul pelan lengan Adit.
Adit yang masih tertawa mencoba untuk memberhentikan tawanya itu dan mengusap
air mata yang keluar karena telah banyak tertawa.
“Haha iyaiyaaa, udah nih udah
hahaa” Adit masih saja tidak bisa memberhentikan tawanya. Alya hanya
menggelengkan kepalanya saja dan beranjak meninggalkan Adit.
“Hei, Alya! Tunggu..” Panggil Adit
yang kemudian langsung berlari mengejar Alya. Alya melipatkan tangannya di
dada, mencoba menghangatkan tubuhnya dengan pelukan pada dirinya sendiri. Adit
menyadari gerakan Alya, namun Adit hanya tersenyum simpul dan mendapat ide jail
di otaknya.
Adit menyenggol Alya dengan
bahunya,
“Kedinginan ya, Mbak?”
“Kalo iya, kenapa?” jawab Alya
dengan mengerlikan matanya.
“Berharap ada pangeran yang
ngasih kamu jaket ngga?”
Adit menaik turunkan alisnya
Alya menoyor pelan kepala Adit,
“Engga tuh..”
“Yakin nih?” Goda Adit sekali
lagi
“Iya. Gak usah so jadi pahlawan
aku deh” Alya langsung mencubit pinggang Adit yang membuat Adit meringis
kesakitan.
“Dih pede banget!” Balas Adit sambil
mengusap pinggangnya.
Alya kembali fokus pada jalan
dan tidak mempedulikan Adit lagi. Alya melihat sekilas seperti wajah Azel
diantara gerombolan orang yang sedang mabuk itu. Alya mengernyitkan dahinya, "gue gak salah liatkan? Itu si Azello, temen
sekelas gue yang tadi siang udah bikin ribut sama gue" Batin Alya
“Eum...Dit,aku mau pergi ke
sana dulu deh sebentar ada temen aku soalnya.
"Euum..kamu mau ikut?” Ajak Alya
menunjuk gerombolan yang ada di pinggir jalan.
“Dih ogah! Nanti aku
diapa-apain lagi.” Tolak Adit sambil menggedikkan bahunya.
“Yaudah aku aja, kamu kalo mau
pulang duluan pulang aja ya” pesan Alya.
Tanpa menunggu jawaban dari Adit, ia
langsung saja mendekati gerombolan itu. Alya mencoba memberanikan dirinya, dan
langsung menemukan sosok Azel. Tanpa pikir panjang lagi, Alya langsung menyeret
Azel keluar dari gerombolan itu dengan susah payah.
“Duh, lepasin!!!” Azel
meronta-ronta ketika baju yang dipakainya tiba-tiba ditarik paksa. Azel
menoleh, dan membuang mukanya kembali.
“Apaan sih lo?” tanya Azel yang
langsung duduk di trotoar.
Alya terduduk di samping Azel,
“Lo tuh yang apaan? Pake mabuk segala lagi! Ada masalah lo?”
Azel berdecak, “Ck, gak usah so
tau lo! Gue gak punya urusan sama lo.”
“Lo punya urusan sama gue,
semenjak lo piket itu. Lo lupa?”
“Oh lima puluh ribu ya? Denda
piketkan? Lo ke sini mau nagih itu doang? Miskin lo!”
Azel langsung mengelurkan
dompetnya dan memberikan lima lembar uang seratus ribuan ke depan muka Alya.
“Makan tuh uang. Gue gak
butuh!” Ucap Azel.
Alya langsung naik pitam dia
benar-benar marah diperlakukan seperti ini,
“Jangan so jadi anak orang kaya deh
lo. Gue gak butuh uang dari lo!”
“Anak orang kaya? Hahaha emang
lo tau gue anak siapa?”
“Ya lo anak dari pemilik
perusahaan ternama itu. Lo lupa sama bokap nyokap lo?”
“Hahahaha, gue gak punya bokap
nyokap sekaya itu. Asal lo tau, Al!”
Alya mengerutkan keningnya
bingung. Kemudian terlihat tubuh Azel yang bergetar dan terdengar isakan yang
tertahan dari mulut Azel. Alya yang melihat itu langsung diam seribu bahasa. Azello
Syafiiq, si lelaki cuek yang gak pernah punya perasaan apapun itu alias flat dia nangis di depan Alya. Alya
berusaha menahan rasa penasarannya, biarkan saja Azel menangis seperti ini,
karena menurut survey dengan menangis seseorang bisa mengurangi rasa sakit yang
dideritanya. Huh, dan semoga saja Azel akan bercerita terlebih dulu tanpa perlu
ditanya oleh Alya setelah dia menangis.
“Mereka gak pernah punya waktu
buat anaknya. Yang mereka cari hanya uang. Waktu yang mereka gunakan hanya
untuk uang. Mereka pikir uang bisa memberikan segalanya. Namun nyatanya, gue
gak pernah bahagia dengan uang yang mereka kasih. Gue gak ngerti sama mereka,
kalo sekiranya mereka gak mau gue hadir di sini; di dunia ini. Seharusnya gue
gak perlu lahir. Gue benci sama hidup ini, Alya. Gue....gue...” ucapan Azel
terhenti karena Alya memberikan sapu tangan untuknya.
“Lo gak usah menceritakan
kehidupan lo yang sedih itu ke gue. Kalo itu malah bikin lo tambah sakit.” Alya
menghelakan nafasnya,
“Gue pernah kok ada diposisi
yang sama kayak lo. Jadi gue tau apa yang lo rasakan sekarang” Alya tersenyum
miris saat menceritakan kehidupannya, Azel langsung menatap Alya.
“Liatkan, gue bisa tersenyum
setiap hari walaupun tanpa kehadiran mereka di samping gue?” Tanya Alya pada Azel
yang masih menatap Alya.
“Lo gak perlu takut sama dunia.
Dunia itu ada di genggaman tangan lo, lo bisa kok mengemudikannya dengan baik
dan benar. Kalo kata kak Pidi Baiq sih ‘Lo itu lahir ketika bokap nyokap lo
bahagia di Kamarnya, masa iya lo mau hidup sedih terus? Gak adil dong?’ haha.
Jorok sih emang, tapi nyatanya? Beneran faktakan?” Azel sedikit tersenyum dan
itu membuat Alya merasa senang.
“Dan juga lo jangan lupa. Kita
itu adalah sperma yang paling kuat, buktinya aja ribuan sperma bisa kita
kalahkan waktu masih di rahim nyokap kita, iya kan? Nah seharusnya, ketika
sekarang kita udah jadi manusia utuh kita harus semakin kuat, zel. Kita punya
banyak warna loh dalam kehidupan ini. Kamu tinggal pilih aja mau menggores
warna apa ke dalam hidupmu. Mau dibikin seperti warna pelangi juga bisa loh” Azel
melihat wajah Alya yang tersenyum begitu senang ketika memberikan nasehat ini
untuknya, Azel tersenyum simpul.
“Oke, gue pulang duluan, Alya”
Ujar Azel yang langsung begitu saja meninggalkan Alya yang terpaku di Tempat. Maksudnya apaan nih? Batin Alya
kebingungan.
“Kebiasaan banget deh si Azello
itu. Ck, eh aku pulang sama siapa? Ah Azel! AZELLO SYAFIIQ TUNGGU, GUE PULANG
BARENG SAMA LO!! ARGHH” Teriak Alya dengan frustrasi sambil berlari mengejar Azel
yang sudah jauh dari Alya. Azel terus saja melenggang tanpa menoleh ke arah Alya
sedikitpun. Dia hanya tersenyum sambil memegang erat sapu tangan pemberian Alya
itu.
Ketika Alya berhasil
mensejajarkan dirinya dengan Azel, Alya memegang jaket Azello agar tidak
ketinggalan jauh. Alya berusaha mengatur nafasnya,
“Lo tuh ya gak pernah sekalipun
bilang terimakasih sama gue. Dulu, pas gue ngasih lo bantuan bayar ongkos mobil,
lo pergi gitu aja. Pas gue ngebantu piket, lo nyelonong gitu aja, eh sekarang
gitu juga.” Alya mengatur nafasnya –lagi–.
“Dua tahun loh Zel kita sekelas
lo gak pernah ngomong sama gue kecuali kalo lagi butuh sandaran doang. Ya,
misalnya kayak tadi tuh. Dasar manusia es batu!!” geram Alya.
Azel menghentikan
langkahnya membuat Alya juga ikut terhenti,
“Apa lag––” Azel langsung
memotong ucapan Alya
“Gue mau mengucapkan
terimakasih yang sebanyak-banyaknya sama Alya Saufika yang udah bikin gue sadar
kalo hidup bisa kita kendalikan. Terimakasih banyak karena dulu lo sering ada
buat gue, padahal banyak banget kesalahan gue sama lo. Terimakasih banyak
karena lo udah bikin gue jadi manusia yang ngerasa paling kuat karena lo pernah
dibopong gue pas pingsan di Kantin. Terimakasih juga lo udah bikin gue jatuh
cinta sama lo” Azel memberhentikan kalimatnya melihat ekspresi Alya, dan dia
sedikit menarik sudut bibirnya.
“Makasih udah bikin gue gak
bisa ngomong depan lo, salah tingkah kalo mau ngobrol bareng lo, selalu
memikirkan elo dan––” Azel sengaja membuat jeda dalam kalimatnya, dan semakin
tersenyum dengan jelas di depan Alya.
Alya mengerutkan keningnya,
“Dan?”
“Dan bikin gue jago bohong sama
lo sampe lo baper. Hahaha”
Azel berlari menjauhi Alya. Sedangkan Alya? Dia
mencoba mencerna kata-kata Azel dan setelah beberapa menit kemudian......
“AZELLO SAUFIIQ!!!!”
Lihatlah,
es yang tadinya begitu beku dan sangat dingin itu sekarang mencair membasahi
kerongkongan yang butuh kesejukan, kan? Ya, dia mencair di waktu yang tidak
kita sangka bukan? Namun, pahamilah es akan tetap menjadi beku
jika kita biarkan dia di dalam frizeer yang begitu dingin. Jangan biarkan es
yang sebenarnya sejuk itu, selalu menjadi dingin meskipun ia sudah berada
diluar freezer. Dan doakan saja, semoga selalu ada sinar matahari yang akan
mencairkan es yang dingin itu. Karena dibalik es itu tersimpan sejuta warna
kehidupan yang bisa saja membuat es berubah menjadi pelangi; ya seperti sikap
Azel dalam cerita ini misalnya.
TAMAT
Tentang Penulis
Nama doi Rima Rismayanti. doi cewek (iyalah -_-), Rima ini dulunya satu SMP sama saya, tapi pas SMA ga bareng, tapi alhamdulillah masih suka komunikasi via bm. Pas SMP dulu, sering dipanggil "ateu/tante" sama temen temen gatau kenapa :v orangnya baik, pinter, aktif di organisasi, recomended buat kalian wahai para tuna asmara :D
sebenernya masih ada cerpen bikinan dia yang mau saya posting, tinggal tunggu tanggal terbitnya aja...
Yak, kali ini sampe sini dulu aja, yang mau kasih kritik sama saran bisa corat-coret kolom komentar yaa :v
Tidak ada komentar :
Posting Komentar